Mengelola Organisme Pengganggu Tanaman Kelapa Sawit Secara Bijak Menuju Kehidupan Berkelanjutan

Dalam mendukung kehidupan berkelanjutan dalam perkebunan kelapa sawit, pemerintah Indonesia  mewajibkan perusahaan perkebunan kelapa sawit untuk memenuhi persyaratan dalam mendukung keberlanjutan melalui Peraturan Menteri Pertanian Republik Indonesia No. 19/Permentan/OT.140/3/2011 tanggal 29 Maret 2011  tentang Pedoman Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan Indonesia (Indonesian Sustainable Palm Oil/ISPO) adalah sistem usaha dibidang perkebunan kelapa sawit yang layak ekonomi, layak sosial dan ramah lingkungan didasarkan pada peraturan perundangan yang berlaku di Indonesia.
  
Pengelolaan Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) termasuk dalam salah satu kegiatan dari 7 kriteria persyaratan dalam ISPO yaitu pada kriteria ke-2 : Penerapan Pedoman Teknis Budidaya dan Pengolahan Kelapa Sawit, dalam prinsip dan kriteria no 2.1.7. tentang Pengendalian Organisme Pengganggu Tanaman.
Perusahaan yang telah memenuhi 7 kriteria dalam persyaratan secara lengkap akan mendapatkan pengakuan kriteria perusahaan sawit lestari dan laporan yang disahkan oleh komisi ISPO berdasarkan audit lembaga sertifikasi. Sertifikasi ini berlaku 5 tahun dan setiap tahun dilakukan survaillance di mana persyaratan sertifikasi ini bersifat wajib (mandatori). 

Bagaimana mengelola Organisme Pengganggu Tanaman (OPT)?
Pengendalian OPT merupakan suatu tindakan dalam proses perawatan tanaman di perkebunan kelapa sawit, dalam pengendalian langkah yang dilakukan sebaiknya lebih mempertimbangkan kelestarian hidup flora & fauna yang bukan merupakan target OPT. Diperlukan pengetahuan dari siklus hidup hama dan penyakit yang merupakan titik kritis (crucial point)  karena akan menjadi dasar acuan pengambilan keputusan pengendalian.

Pemilihan jenis, metode (biologi, mekanik, kimia, terpadu) dan waktu pengendalian yang dianggap paling cocok menjadi latar belakang keberhasilan pengendalian OPT tersebut. Dalam hal ini, pengelola perkebunan dituntut untuk dapat meramalkan berbagai kemungkinan ledakan hama dan penyakit yang potensial. Perkiraan tersebut dapat bertitik tolak dari kondisi alam, iklim dan jenis hama dan penyakit yang spesifik ada di areal, dinilai dari situasi dan kondisi yang paling memungkinkan.  

Tindakan dalam mendeteksi keberadaan hama dan penyakit pada waktu yang lebih dini menjadi prioritas mutlak untuk dilaksanakan. Keuntungan deteksi dini adalah selain memudahkan tindakan pencegahan dan pengendaliannya juga agar tidak terjadi ledakan serangan yang tidak terkendali/terduga. Secara ekonomis biaya pengendalian melalui deteksi dini dipastikan jauh lebih rendah daripada pengendalian serangan hama/penyakit yang sudah menyebar luas.
  
Meninjau Prinsip dan Kriteria 2.1.7. Dalam ISPO
  
Dalam prinsip dan kriteria ISPO no 2.1.7. tentang Pengendalian Organisme Pengganggu Tanaman (OPT), disini pengelola perkebunan disarankan harus melakukan pengamatan OPT (hama & penyakit tanaman serta gulma) menerapkan pengendalian hama terpadu sesuai ketentuan teknis dengan memperhatikan aspek lingkungan.

Terdapat 5 indikator dalam penerapan pengendalian OPT yaitu : 
1.    Tersedia SOP pengamatan dan pengendalian OPT
2.    Tersedia SOP penanganan limbah pestisida
3.    Tersedia rekaman pelaksanaan pengamatan dan pengendalian OPT
4.    Tersedia rekaman jenis pestisida (sintetik dan nabati) dan agen pengendali hayati (parasitoid,predator, agens hayati, feromon,dll) yang digunakan
5.    Tersedia rekaman jenis tanaman inang musuh alami OPT

 Menerapkan Pengendalian OPT secara Terpadu

Pada dasarnya di dalam kegiatan operasional perkebunan kelapa sawit, perusahaan harus memiliki dokumen terkait pedoman teknis budidaya yang di dalamnya berisi cara-cara yang baik dan bijak dalam mengelola suatu perkebunan dimulai dari pembukaan areal sampai dengan penanganan hasil. Kegiatan pengendalian organisme pengganggu tanaman menjadi bagian yang penting dalam menerapkan ISPO mengingat kelestarian dalam menjaga lingkungan dan ekosistem agar senantiasa berkelanjutan lebih diutamakan.

Perusahaan perlu membuat dan memiliki dokumentasi secara konsisten,kontinyu dan berkelanjutan sebagai indikator bahwa telah melaksanakan prakatek-praktek teknis budidaya dengan baik. Problem yang dihadapi pada umumnya tidak tersedianya rekaman kegiatan secara kontinyu, terbatasnya sumber, pengetahuan dan teknologi yang berhubungan dengan pengelolaan agensi hayati yang mendukung keberlanjutan. Kesadaran akan pentingnya pengelolaan lingkungan terutama yang terjadi pada kebun-kebun plasma dimana pemilik adalah petani yang masih berpikir bahwa pestisida sintetik kimiawi sebagai senjata pamungkas dalam menekan organisme pengganggu tanaman tanpa memperhatikan dampak terhadap manusia dan lingkungan.

Konsep pengendalian yang dipersyaratkan dalam ISPO lebih menekankan kombinasi semua jenis pengendalian dengan tujuan mencari alternatif pengendalian yang seramah mungkin terhadap lingkungan. Dengan pemakaian pestisida sintetik kimiawi menjadi pelengkap jika usaha-usaha pengendalian yang lain kurang menunjukkan keberhasilan.

Beberapa indikator dalam menerapkan pengendalian Organisme Pengganggu Tanaman adalah tersedianya Strandar Operasional Prosedur (SOP) dan intruksi dalam pengendalian OPT yakni :

Pengendalian OPT dilakukan secara terpadu (pengendalian hama terpadu/PHT), yaitu memadukan berbagai teknik pengendalian secara mekanis, biologis, fisik dan kimiawi
Untuk menciptakan ekosistem yang seimbang dalam lanskap sawit, beberapa serangga bermanfaat yang bersifat sebagai parasitoid dan predator perlu dikembangkan secara massal sebagai agensia pengendali hayati, misalnya predator hama ulat pemakan daun seperti Sycanus sp, Eucanthecona sp. Pemeliharaan pupa ulat yang terparasit dan melepaskan kembali serangga parasitoid ke lapangan. Pengendalian serangga hama lebih diprioritaskan kepada penggunaan insektisida biologi yang digunakan pada saat serangan hama masih dini. Konservasi burung hantu (Tyto alba) sebagai agensi hayati pengendali hama tikus. Pentingnya juga dilakukan penanaman tanaman bermanfaat seperti Turnera Subulata, Euphorbia Heterophylla, Antigonon Leptopus sebagai konservasi serangga bermanfaat dan menjaga agar senantiasa daya dukungnya dapat tersedia didalam lanskap sawit. Catatan mengenai tanggal penanaman, luas areal penanaman tanaman bermanfaat merupakan salah satu dokumentasi sebagai bahan penilaian ISPO.

Diterapkan sistem peringatan dini (Early Warning Sistem/EWS) melalui pengamatan OPT secara berkala Early Warning Sistem yang merupakan sistem pemantauan organisme pengganggu tanaman yang dilakukan secara kontinyu dan konsisten sesuai interval tertentu mutlak dilakukan agar kondisi OPT dapat diketahui secara dini. Hasil pemantauan dilaporkan secara kontinyu kepada staf kebun untuk mendapatkan tindak lanjut apabila kondisi OPT sudah melampaui batas kritis atau jika diperlukan. Laporan ini sebaiknya terdokumentasi dan dapat diakses oleh semua pemangku kepentingan.
Pestisida yang digunakan telah terdaftar di Komisi Pestisida Kementrian Pertanian, Jika hasil EWS menunjukkan keberadaan OPT perlu adanya pengendalian yang harus menggunakan pestisida, sebaiknya menggunakan pestisida yang sudah dilegalisasi oleh Komisi Pestisida Kementrian Pertanian. Setiap tahun, Komisi Pestisida mengeluarkan buku panduan nama pestisida , produsen dan merek dagang sesuai target OPT yang biasa disebut Buku Hijau Komisi Pestisida (Kompes). Catatan pengeluaran dan pemakaian pestisida sebaiknya terdokumentasi dengan baik.
Penanganan limbah pestisida dilakukan sesuai petunjuk teknis untuk meminimalisir dampak negatif terhadap lingkungan
  
Limbah pestisida berupa sisa material yang sudah kadaluarsa, kemasan habis pakai dikelola sedemikian rupa sesuai aturan agar tidak mengakibatkan pencemaran terhadap lingkungan.
  
Tersedia sarana pengendalian sesuai SOP atau instruksi kerja, Petunjuk praktis cara-cara pengendalian OPT seperti informasi dosis, konsentrasi dan volume semprot dari pestisida sangat penting untuk menghindari kesalahan teknis dalam bekerja, kelengkapan alat pelindung diri, cara operasional alat pengendalian, jenis pestisida yang disarankan diperlukan agar tidak membahayakan bagi pekerja dan lingkungan.
Tersedia tenaga (regu) pengendali yang sudah terlatih, Regu atau tim pengendali OPT terdiri dari orang-orang khusus yang sudah terlatih dengan program pelatihan khusus secara konsisten dan kontinyu, tercatat dan terdokumentasi nama-nama orang. Dokumentasi bahwa yang bersangkutan telah mendapatkan pelatihan akan mendukung dalam kelengkapan sertifikasi ISPO.

Tersedia gudang penyimpanan alat dan bahan pengendali OPT, Penyimpanan material pestisida perlu diperhatikan berdasarkan kandungan bahan aktif dan kemasan untuk mencegah hal-hal yang tidak diinginkan, meletakkan material secara terstuktur dengan baik berdasarkan jenis pestisida (herbisida, insektisida, fungisida, rodentisida dll). Menyediakan kartu stok pengeluaran dan pemasukan material, didukung catatan tanggal pembelian dan kadaluarsa, penggunaan material dan lokasi aplikasi. Penyimpanan di dalam gudang sedemikian terstruktur untuk menghindari gangguan pencemaran bagi manusia dan lingkungan.

Pentingnya sertifikasi ISPO sebagai perhatian dalam keberlanjutan sawit, Sertifikasi ISPO untuk komoditi kelapa sawit memang masih merupakan hal baru. Sertifikasi perkebunan ini untuk membuat aturan sendiri dan menghindari intervensi asing terhadap perkelapasawitan Indonesia. Konkritnya dibuat oleh Indonesia untuk Indonesia yang dibentuk untuk menunjukkan standarisasi serta meningkatkan daya saing produksi sawit Indonesia dari hulu ke hilir.

Sertifikasi ini merupakan pembuktian kepada dunia bahwa perkebunan kelapa sawit Indonesia ramah lingkungan, selain membuktikan kejelasan visi, arah dan tujuan perkelapasawitan Indonesia. Sertifikasi ini menegaskan rambu-rambu yang wajib dipatuhi perusahaan perkebunan komoditas kelapa sawit di Indonesia.

Pada dasarnya, 60% pasar Eropa sangat spekulatif terhadap sawit bersertifikat. Konsumen di Eropa dan AS sangat peduli tentang smallholders, lingkungan, tren, dan perubahan iklim. “Mereka ingin sistem berkelanjutan untuk lahan terdegradasi,” seperti yang diungkapkan oleh Lafcadio Cortesi, Forests Campaign Director dari Rainforest Action network dalam workshop United Nation Development Programme(UNDP) ISPO & Green Commodities.

Mengingat 40% produsen kelapa sawit di Indonesia adalah smallholders, maka fokus utama dari inisiatif ini yaitu memastikan adanya penguatan bagi petani di bidang teknis, akses keuangan, hak, suara dan faktor-faktor kunci lainnya agar tercapai industri kelapa sawit yang kuat dan berkelanjutan di Indonesia. Beberapa cara yang diperkirakan termasuk menetapkan stakeholders lokal bagi perusahaan sawit dan memastikan akses pasar modal serta fasilitasi akreditasi ISPO.

Sumber : http://www.sawitindonesia.com/hama-penyakit-sawit/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar